Jumat, 01 Mei 2015



oleh : Bambang Eryudhawan

Tulisan ini hanya sebuah riwayat singkat, kronik perjalanan seorang putra fajar yang merintis kariernya sebagai insinyur-arsitek, merangkap politikus muda, penulis kawakan, dan orator ulung yang disegani kawan dan lawan. Tidak ada maksud untuk secara kritis menelaah karya-karya arsitektur Sukarno atau karya-karya arsitek lain yang dipengaruhinya. Yang menjadi perhatian tulisan ini adalah kumpulan cukilan kehidupan Sukarno yang menekuni dan mengamalkan keahliannya sebagai insinyur-arsitek, bukan hanya untuk merancang bangunan semata, tetapi lebih jauh lagi, yaitu untuk membangun bangsanya.

Sukarno lahirdi Surabaya 6 Juni 1901. ia lulus HBS(Hoogere Burgerschool) Surabaya tahun 1921. Kemudian Sukarno diterima belajar di Technische Hoogerschool Bandung ( sekarang ITB) pada tahun 1921.Di samping kuliah, ia juga aktif dalam berbagaipertemuan politik. BersamaAnwari dan kawan-kawan, ia mendirikan Algemeene Studie Club padabulan November 1925(diilhami Indonesische Studie Clubyang didirikan oleh Dr.Soetomo di Surabaya tahun 1924). Di Bandung Sukarno menjadi tokoh nasionalisdan orator ulung yang disegani kawan dan lawan. Pada tahun 1926 Sukarno lulusmenjadi Insinyur Sipil.

Karena pro-kemerdekaan dan memerangi kolonialisme, Sukarno enggan menjadi pegawai negeri yang mengabdi pada pemerintahan HindiaBelanda. Ia pun menolak menjadi dosen di TH. Bandung.
diawal kariernya Sukarno mengerjakan proyek rumah Bupati di Jawa Barat untuk BOW ( Departement van Burgerlijke Openware Werken atau Departemen Pekerjaan Umum).Tidak lama setelah lulus Sukarno membangun Biro bersama teman kuliahnya Anwari. Karena mereka fokus pada politik, dalam praktiknya biro tersebut lebih sering menjadi kontraktor ketimbang arsitek. Setelah keluar dari penjara karena kasus PKI, soekarno membuat biro lagi bersama adik kelasnya, Rooseno Soerjohadikoesoemo.Biro ini tercatat menghasilkan karya arsitektur yang indah konstruksi yang kuat, ruang yang fungsional, efisien, dan tampil sederhana. Ciri utama bangunannya memiliki lubang angin diatas jendela dan bentuk atap berbentuk limas yang tinggi. Hal ini agar timbul efek sejuk karena adanya cross ventilasi dan volume atap yang lebih besar dapat menyaring panas lebih baik.
Aula Barat - Kampus ITB

 Prinsip ini secara tidak langsung dipelajari dari Aula Barat (Kampus A) ITB - karyaMaclaine Pont tahun 1919 yang pada masa itu dijadikan studio gambar. Lewat karyanya Sukarno menguasai prinsip penghawaan alami untuk arsitektur iklim tropis basah dari Indonesia.









Pada Agustus 1933 Sukarno diasingkan ke Ende Flores karena politik lagi. Jauh dari kegiatan arsitektur dan politik, Sukarno larut dalam sebuah proses perenungan. Dalam keadaan terisolasi, jauh dari keramaian, Sukarno mengasah perasaan jiwa dan seni. Proses kreatif Sukarno menemukan dimensi berbeda. Di Ende Sukarno menghasilkan beberapa lukisan yang menunjukkan bakatnya sebagai pelukis amatir. Masa pengasingan di Ende berlangsung sampai tahun 1938. Berkat pertolongan MH. Thamrin Sukarno sekeluarga pindah dari Flores menuju Bengkulu. Di tempat yang lebih ramai ini Sukarno bangkit kembali. Perhatiannya pada studi Islam di Endetelah membuka jalan untuk mengamalkan lagi keahliannya sebagai arsitek walau hanya sebentar.
Masjid Jamik- Bengkulu
 Di Bengkulu,Sukarno merenovasi masjid tua yang tak terawat menggunakan dana swadaya masyarakat. Atap limas susun yang curam dengan anggun menjulang tinggi sebagai tengaran disebuah median di tengah Bengkulu. Lubang ventilasi di sekeliling dinding dikombinasikan Sukarno dengan ornamen dekoratif Hindu-Jawa pada kepala tiang-tiang yang berjajar.






Akhir karier Sebagai Insinyur-arsitek pada tahun 1942, karena Kebijakan pemerintah jepang sebagai "saudara tua" dalam konsep pembangunan Asia Raya memungkinkan Sukarno berpolitik lagi. Kemudian ia tinggal di Jakarta. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Sukarno dilantik sebagai Presiden RI. Pada akhirnya Sukarno menyadari tugas berat yang harus dipikulnya, memimpin rakyat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur. Revolusi belum selesai. Kariernya sebagai insinyur-arsitek otomatis berhenti. Pengalamannya bekerja sebagai arsitek akan diamalkan dengan cara yang berbeda, hal yang tidak pernah dibayangkan Sukarno ketika masih muda.

Lima tahun kemerdekaan bukanlah masa yang tenang dan damai. Roda pembangunan bergerak maju. Didorong semangat pembangunan itulah Sukarno rajin mngunjungi pameran dan kegiatan pembangunan. Disamping mengunjungi pameran dan kegiatan pembangunan, Sukarno juga sering menyempatkan diri untuk mengunjungi proyek-proyek pembangunan di daerah. pada akhir 1949 Bung Karno melakukan transformasi radikal pada bidang arsitektur dan perencanaan kota sebagai salah satu kekuatan National and Character Building.

Pada tanggal 17 September 1959, telah berdiri Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) di Bandung. Pada awal tahun 1960, pimpinan IAI (atas bantuan dari Ars.Soedarsono) berhasil menghadap Bung Karno. Bung Karno menyambut gembira dengan keberadaan IAI dan bersedia menjadi pelindung IAI. Dalam pertemuan tersebut Bug Karno sangat menekankan peranan arsitek muda dalam mewujudkan arsitektur modern yang berkepribadian Indonesia.

Ketika sudah menjadi Presiden RI Bung Karno sering pergi ke luar negeri dan melihat tata kota dan kemajuan pembangunannya. Hal itu menggugah Bung Karno untuk ingin memajukan bangsa Indonesia. Kemudian Bung karno mentransformasikan arsitektur dan perencanaan kota menjadi salah satu kekuatan Nation and Character Building. Pada akhir masa pemerintahannya Bung Karno masih bersemangat meyakinkan para pendukung serta lawan politiknya bahwa ia telah menerima mandat itu sebagai pelaksanaan UUD 1945.

Pembangunan Nasional  memerlukan dukungan masyarakat luas, lalu Bung Karno membentuk Dewan Perancang Nasional, pada tanggal 28 Agustus 1959 Sukarno menyampaikan amanat pada Sidang Pleno Pertama Dewan Perancangan Nasional yaitu menekankan suatu kebijakan yang terencana. Pada menjelang akhir pidatonya, Bung Karno memberikan gambaran yang lebih jelas kepada sidang pleno mengenai gagasan pembentukan Dewan Perancangan Nasional yang akan menyusun semesta. Sukarno serta-merta memanfaatkan pengalamannya merancang dan membangun rumah sebagai ideologi yang mudah dipahami semua orang.
Bundaran HI - Jakarta
Masjid Istiqlal - Jakarta
Gelora Bung Karno - Jakarta
Monumen Nasional (Tugu Monas) - Jakarta
Hotel Indonesia - Jakarta
Karya Arsitektur Bung Karno setelah menjadi Presiden RI mungkin dapat dihitung jari. Yang lebih banyak adalah gagasan-gagasannya. Namun gagasan-gagasan arsitektural dan perencanaan kota bisa datang dari siapa saja, tidak selamanya diberi label karya Bung Karno. Peran Bung Karno menanggapi, menuntun, memberi inspirasi, mengembangkan, dan mengisinya dengan jiwa kebangsaan telah diakui para arsitek di zamannya. Visinya tentang arsitektur dan perencanaan kota menjadi acuan semua pihak yang sedang membangun Indonesia. Ia memberi apresiasi secara kritis, berbobot, dan teruji zaman. Penulis kawakan Eko Budiharjo menerangkan Soekarno bahwa : "pandangan sangat jauh ke depan, lebih jauh ketimbang tokoh-tokoh lain pada zamannya. Banyak sekali karya arsitektur di Jakarta yang sekarang menjadi kebanggaan bangsa, sebagai tetenger atau landmark, yang bersumber dari gagasan-gagasan yang brilyan. Memang, bukan Bung Karno sendiri secara pribadi yang merancang, tetapi cetusan idenya yang orisinil dan otentik itulah yang menjadi jiwa atau semangat dari karya-karya arsitektur yang bermunculan."

"Irama suatu revolusi adalah menjebol dan membangun. Pembangunan menghendaki jiwa seorang arsitek. Dan di dalam jiwa arsitek terdapatlah unsur-unsur perasaan dan jiwa seni. Seni memimpin sebuah revolusi adalah mencari inspirasi pada segala sesuatu yang kau lihat. Dapatkah seseorang memperoleh inspirasi dari sesuatu, bila dia bukan manusia yang penuh perasaan dan tidak punya darah seni sedikitpun."

Ir. SOEKARNO


0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2010 Arsitektur Dan Saya.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.